irwantoshut.com

 


 

UPAYA PENGELOLAAN HUTAN-TANAH-AIR BERKELANJUTAN MELALUI PENGINTEGRASIAN PROGRAM GERAKAN NASIONAL KEMITRAAN PENYELAMATAN AIR (GN-KPA) DAN REDUCING EMISSION FROM DEFORESTATION AND FOREST DEGRADATION (REDD)+

by : Dr. Gun Mardiatmoko (gum_mardi@yahoo.com)
(HP:+6281244509130)
Staf Pengajar Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura

PENDAHULUAN

Permasalahan lingkungan hidup terutama menurunnya eksistensi hutan-tanah dan air bagi kehidupan di bumi telah begitu nyata dirasakan oleh masyarakat di hampir semua negara di dunia. Masyarakat dunia dewasa ini mencemaskan adanya permasalahan perubahan iklim, perluasan desertifikasi dan menipisnya keanekaraaman hayati dan semakin meluasnya kesenjangan kesejahteraan hidup negara-negara maju dan berkembang. Permasalahan yang timbul tersebut adalah akibat adanya kerusakan hutan-tanah-air yang terjadi baik di negara berkembang maupun negra maju. Berkenaan dengan hal tersebut saat ini telah ada berbagai konvensi yang dihasilkan dalam upaya mengatasi permasalahan global yaitu Konvensi Perubahan Iklim (UNFCC), Konvensi Penanggulangan Desertifikasi (UNCCD) dan Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD). Meskipun demikian masih diperlukan waktu lama untuk kesamaan langkah dan tindakan dalam implementasi ke-3 konvensi tersebut di tingkat nasional pada negara masing-masing termasuk Indonesia.


procedure CDM


Indonesia is experiencing one of the highest rates of tropical forest loss in the world



Palm Oil Industries will never be sustainable



Effects of Indonesia Forest Fire



Tropical Rain Forest



Global Warming The Greenhouse Effect



Planting and caring for trees



The history of forests



The structure of forests


Beberapa dasawarsa terakhir Indonesia telah berupaya untuk mengatasi laju kerusakan hutan-tanah-air melalui berbagai program pemerintah yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat dengan daerah maupun lewat bebagai kementrian tertentu atau bahkan beberapa kementrian sekaligus. Sayangnya, upaya tersebut belum membuahkan hasil yang optimal dan pada umumnya disebabkan oleh adanya keterbatasan pendanaan, minimnya koordinasi antar kementrian terkait, ego sektoral, pemecahan masalah masih secara parsial dan tidak holistik serta masih minimnya sumberdaya manusia, dll.
Berbagai jenis program penanganan kelestarian hutan-tanah-air dari Kementrian Kehutanan, Kementrian Pertanian dan Kementrian P.U. dari waktu ke waktu telah dijalankan dengan nama program kegiatan yang berbeda-beda namun pada hakekatnya tujuannya sama yaitu tercapainya kelestarian hutan-tanah-air untuk mendukung pembangunan nasional. Pada Kementrian Kehutanan pernah menjalankan program sengonisasi, program reboisasi dan penghijauan, program GERHAN dan saat ini program one man one tree, lalu target penanaman 1 miyar pohon. Kementrian Pertanian dengan program-program yang berkaitan dengan revitalisasi pertanian, peningkatan investasi dan ekspor non migas, penanggulangan kemiskinan melalui Inpres Desa Tertinggal (IDT), pembangunan pedesaan serta pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Demikian juga Kementrian Pekerjaan Umum dengan program-program yang terkait dengan pembangunan infrastruktur untuk pengembangan bidang pertanian. Program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat yang dikerjakan oleh ketiga kementrian tersebut tampaknya masih berjalan sendiri-sendiri menurut kebijakan kementrian yang berangkutan, tidak terintegrasi, parsial dan sektoral.
Program terkini yang melibatkan Kementrian P.U., Kementrian Kehutanan dan Kementrian Pertanian dan BAPPENAS yaitu: Program Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GN-KPA) yang memfokuskan penyelamatan air serta Program Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation-Plus (REDD+) yang memfokuskan pada pengurangan emisi GRK (gas rumah kaca) melalui pencegahan deforestasi dan pemulihan hutan yang terdagrasi dimana didalamnya terkait dengan perdagangan karbon (carbon trade). Jika dikaji secara seksama sebenarnya banyak terdapat kesamaan aktifitas dari ke dua program tersebut karena pada hakekatnya penyelamatan air tidak dapat dilepas pisahkan dengan hutan karena hutan itu juga sebagai tandon air dan berperan sebagai pengatur iklim mikro. Berkenaan dengan hal tersebut diperlukan adanya konsep pengintegrasian program GNKPA dan REDD+ yang pada dasarnya mengupayakan agar program pengeloaan hutan-tanah-air dapat dijalankan lebih efektif dan efisien karena pelaksanaan kegiatan program mulai dari perencanaan-pengorganisasian-pelaksanaan sampai monitoring dan evaluasi lebih terfokus, peranan stakeholders makin jelas, penyediaan dan penggunaan dana lebih dapat dioptimalkan serta adanya dukungan dana internasional.

Gambaran Umum GN-KPA dan REDD+

  • GN-KPA

Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GN-KPA) adalah keterpaduan tindak dari berbagai sektor, wilayah, para pemilik kepentingan pengelolaan sumber daya air dalam satu gerakan nasional bersama, guna menentukan baik prioritas penanganan wilayah sungai maupun percepatan program percepatan program penanganan yang diperlukan. GN-KPA diawali dengan perbaikan DAS bagian hulu melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan seta konservasi sumberdaya alam. Gerakan ini meliputi 6 (enam) komponen kegiatan yaitu : (1) Penataan ruang, pembangunan fisik, pertanahan dan kependudukan; (2) Rehabilitasi hutan dan lahan serta konservasi sumber daya air; (3) Pengendalian daya rusak air; (4) Pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran air; (5) Penghematan penggunaan dan pengelolaan permintaan air dan (6) Pendayagunaan sumber daya air secara adil, efisien dan berkelanjutan.
Tujuan GN-KPA yaitu untuk mengembalikan keseimbangan siklus hidrologi pada Daerah Aliran Sungai (DAS) sehingga keandalan sumber-sumber air baik kuantitas maupun kualitas airnya dapat terkendali, melalui pemberdayaan pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat serta penegakan hukum. Sasaran yang ingin dicapai adalah merespon Dekade Air Untuk Kehidupan 2005-2015 dan tercapainya tujuan pembangunan yang mencakup ketahanan pangan, peningkatan ekonomi dalam pengentasan kemiskinan dan Perlindungan ekosistem.
Dasar Hukum GN-KPA: Perubahan UU No.11 tentang Pengairan dengan disahkannya

  • UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yang mengandung 3 (tiga) pilar utama: (1) Konservasi SDA ; (Pasal 20-25), (2) Pendayagunaan SDA (Pasal 26-50) dan (3) Pengendalian daya rusak air (Pasal 51-58).
  • Pencanangan Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GN-KPA) oleh Presiden pada tanggal 28 April 2005, perlu ditindaklanjuti dengan tindak nyata implementasi GN-KPA yang mencakup semua sektor terkait bidang sumber daya air dengan melaksanakan Permen PU No: 377/PRT/M/2005, tentang: Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pelaksanaan GN-KPA
  • Pelaksanaan Panduan Implementasi Program Kegiatan Terpadu GN-KPA sebagai acuan berbagai pihak, dan tolak ukur keberhasilan GN-KPA.

Pencanangan GN-KPA telah dilaksanakan oleh Presiden RI pada 28 April 2005 dengan dilatarbelakangi adanya kondisi krisis SDA yang diakibatkan oleh pertambahan penduduk, industri, dan pembangunan ekonomi yang berbasis sumber daya alam; penataan ruang, alih fungsi lahan dan penerapan hukum yang kurang terkendali; kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang semakin meningkat; kualitas air makin merosot akibat pencemaran; dan pemanfatan sumber daya air tidak efisien dan tidak adil akibat penggunaan air yang masih boros baik untuk keperluan irigasi, rumah tangga maupun industri. Sebagai tindaklanjut pencanangan gerakan tersebut telah dilakukan Kesepakatan Bersama untuk Rehabilitasi DAS Kritis melalui Konservasi Sumber Daya Lahan dan Air antara Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum, dan Menteri Pertanian tanggal 9 Mei 2007. Kesepakatan ini dimaksudkan sebagai upaya terpadu mensinergikan kegiatan rehabilitasi DAS kritis untuk konservasi sumber daya lahan dan air.

  • REDD+

            Hutan yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia yang cukup luas dengan keanekaragaman hayati yang besar sangat berpeluang dalam perdagangan karbon tersebut. Dengan demikian bagi pemerintah daerah saat ini memiliki peluang besar untuk melaksanakan perdagangan karbon di daerahnya. Hal ini dimungkinkan setelah ada hasil COP (Conference of Parties) ke 7 tahun 2001 di Marrakesh, Maroko yaitu dengan dimasukkannya LULUCF (Land Use, Land Use Change, and Forestry) atau Penggunaan Lahan, Perubahan Penggunaan Lahan dan Hutan kedalam MPB dan dalam perkembangan selanjutnya kedalam REDD+.
            REDD+ adalah salah satu cara perdagangan karbon (carbon trading) yang merupakan mekanisme dalam Protokol Kyoto yang mengakomodasi kesulitan negara industri yang mengalami carbon debit (CD) dan kelebihan negara-negara yang menghasilkan carbon credit (CC). REDD+ ini juga merupakan sebuah mekanisme pengurangan deforestasi dan pengrusakan hutan dengan maksud mengurangi emisi dari deforestasi dan kerusakan hutan tersebut.  Tujuan pokok REDD+ yaitu: (1) Mengurangi emisi dari deforestasi, (2) Mengurangi emisi dari degradasi hutan, (3) mengkonservasi hutan/stok karbon, (4) Pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan (5) Peningkatan karbon stok seperti disajikan pada Gambar 1.


redd
      Sumber: Bappenas, 2010
Gambar 1. Strategi carbon sink dan carbon sink

 

Dengan telah disetujuinya proyek penyerapan karbon masuk kedalam MPB maka Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim kemudian disahkan sesuai U.U. No. 6 tahun 1994 dan dilanjutkan dengan penetapan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.14/Menhut-II/2004 tentang tata cara aforestasi dan reforestasi dalam kerangka MPB (Anonim, 2005). Selain itu, sejak penyelenggaraan COP13 di Bali Pemerintah Indonesia c.q. Departemen Kehutanan sangat giat mengembangkan perangkat hukum yang terkait langsung dengan pelaksanaan REDD yaitu: (1) Permenhut No. P. 68/Menhut-II/2008 tentang Penyelenggaraan Demonstration Activities Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD), (2) Permenhut No. P. 30/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD) dan (3) Permenhut No. P. 36/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Perizinan Usaha Pemanfaatan Penyerapan dan/atau Penyimpanan Karbon pada Hutan Produksi dan Hutan Lindung. Dengan telah tersedianya perangkat hukum untuk MPB dan REDD maka pemerintah daerah telah dapat melaksanakan kegiatan perdagangan karbon melalui proyek MPB dan REDD di daerahnya.
            Seperti halnya dengan program GN-KPA, program REDD juga dicanangkan oleh Presiden R.I. setelah menyatakan komitmen bahwa Indonesia akan menurunkan emisi gas CO2 sebesar 26% pada COP ke 15 (Copenhagen Accord) sampai tahun 2020 dan penurunan lagi menjadi 41% pada saat pidato Presiden di G20 Pittsburg seperti disajikan pada Gambar 2. Agar tahapan program penurunan emisi GRK dapat dilaksanakan dengan baik maka saat ini tengah disusun Strategi Nasional REDD+ dan Rencana Aksi Nasional GRK. Penyusunannya melibatkan Bappenas, Kementrian Kehutanan dan Kementrian Pertanian


redd
                   Sumber: Bappenas, 2010
Gambar 2. Stranas REDD+ dan RAN GRK

 

Pengintegrasian Program GN-KPA dengan Program REDD+

            Dari gambaran umum yag telah disampaikan di depan ternyata banyak program kegiatan yang sebenarnya dapat dilakukan secara bersama sehingga memungkinkan untuk dapat dilakukan secara bersama-sama juga agar kegiatan lebih terfokus dan penanganan serta jangkauan penyelesaian pekerjaannya lebih holistik. Kegiatan yang sama yaitu pada program deforestasi dan degradasi hutan, konservasi hutan-tanah-air dan pemberdayaan masyarakat dan pelibatan stakeholders. Yang tak sama adalah penataan ruang, pengendalian daya rusak air, pengelolaan mutu air, penghematan penggunaan air, pendayagunaan sumberdaya air pada program GN-KPA sedang pada program REDD+ yaitu: peranan manajemen hutan dan peningkatan karbon untuk tujuan perdagangan karbon, seperti disajikan pada Gambar 3.


redd
Gambar 3. Pengintegrasian Program GNKPA dengan REDD+

 

Selain dari sisi isi program, GN-KPA dan REDD+ secara kelembagaan juga ada kesamaan, misalnya pada level pemerintahan pusat, GN-KPA dilaksanakan oleh 3 kementrian yaitu Kementrian Pekerjaan Umum -  Kehutanan – Pertanian sedang REDD+ juga dilakukan oleh Bappenas-Kementrian Kehutanan dan Kementrian Pertanian. Dengan demikian jika diintegrasikan 2 program tersebut (GN-KPA dan REDD+) maka Kementrian Kehutanan dan Kementrian Pertanian harus lebih kompak dalam melaksanakan program bersama tersebut dan mendapat dukungan penuh dari Bappenas dan Kementrian Pekerjaan Umum. Pada level pemerintah daerah juga demikian yaitu Dinas Kehutanan dan Dinas Pertanian Provinsi harus menjalankan program lebih kompak dan didukung penuh oleh Bappeda dan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi dan seterusnya sampai di tingkat kabupaten.
Penyusunan Konsep Pengintegrasian Program GN-KPA dan REDD+ Maluku
           Konsep pengintegrasian Program GN-KPA dan REDD+ perlu disusun bersama dan kolaboratif dengan melibatkan stakeholders terutama dari Bappeda, Dinas P.U, Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian, Universitas, LSM, Tetua adat dll. Proses penyusunan dimulai dengan diskusi, sarasehan, workshop, seminar dll serta penggunaan forum-forum komunikasi publik yang ada, misalnya melalui FORUM DAS (yang keanggotaannya cukup banyak dan kompleks), Dewan Sumberdaya Air, Mimbar Akademis di Kampus, Rembug Desa, dll.
Langkah-langkah yang perlu ditempuh a.l.: (1) Pelaksanaan Sosialisasi Program dengan melibatkan DPRD; (2) Penyusunan DRAFT Konsep Program; (3) Penyelesaian Akhir Konsep Program lewat rapat paripurna; (4) Penandatanganan secara bersama Konsep Program oleh Bappeda, Dinas PU, Dinas Kehutanan dan Dinas Pertanian; (5) Hearing dengan DPRD; (6) Penyerahan Konsep Program ke Gubernur Maluku dan (7) Pengurusan Konsep Program ke pemerintah Pusat, Jakarta.
Dalam penyusunan konsep program perlu diberikan landasan kuat mengapa pengintegrasian ke dua program GN-KPA dengan REDD+ yaitu: agar pelaksanaan kedua program dapat lebih terfokus, lebih efisien dan efektif dan yang tidak kalah penting yaitu adanya peluang untuk menjual karbon. Melalui perdagangan karbon maka Maluku akan banyak mendapat benefit dari negara-negara maju karena mereka memberikan insentif bagi semua daerah yang terbukti melakukan tindakan nyata dalam mengurangi emisi karbon.
Penutup
            Program penyelamatan hutan-tanah-air baik melalui Program GN-KPA maupun Program REDD+ pada hakekatnya sama-sama penting dan sangat strategis peranannya dalam pembangunan berkelanjutan baik tingkat nasional maupun daerah. Dengan pertimbangan bahwa kedua program tersebut terdapat beberapa kegiatan program yang pada dasarnya sama maka akan lebih terfokus dan efektif serta efisien jika kedua progam tersebut diintegrasikan saja.
            Wacana pengintegrasian ini perlu dilakukan kajian mendalam oleh stakeholders. Disadari bahwa proses penyusunan konsep pengintegrasian juga pasti tidak mudah dan memakan waktu lama namun dengan komitmen yang kuat dari stakeholders maka konsep pengintegrasian akan dapat diwujudkan. Konsep-konsep seperti ini harus banyak dilakukan secara bersama dan kolaboratif yang melibatkan stakeholders yang lebih luas sehingga memungkinkan untuk diterapkan di semua provinsi di Indonesia.

 

Daftar Pustaka

Bappenas, 2010. Strategi Nasional REDD+. Bappenas. Jakarta (tidak dipublikasikan)
http://www.pu.go.id. Penyamaan Persepsi dalam Rehabilitasi DAS Kritis, diunduh 27  Des 2010
http://www.bbws-so.net/sisda/gnkpa.htm. Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan air, diunduh 28 Desember 2010

   
redd CDM in indonesia
HOME
GLOBAL WARMING
INDONESIA FOREST
INDONESIA BIODIVERSITY
CDM IN INDONESIA
MANGROVE FOREST
THE IMPORTANCE OF TREES
FOREST AND ECOLOGY
KIND OF CONSERVATION
KIND OF BIODIVERSITY
HOW PLANTS GROW
FOREST PICTURES
PENELITIAN
PAPER / ARTIKEL
KULIAH KEHUTANAN
PERJALANAN
DIARY
GALERI PHOTO
INFO SEPUTAR HUTAN
PROSIDING NFP
KESEHATAN TUBUH
KOTA AMBON
UNIVERSITAS PATTIMURA
TIPS MAHASISWA
BIODATA IRWANTO
PHOTO PRIBADI
FACEBOOK IRWANTO
 
 

 
Check PR and Popularity